Subscribe to our feed

mahasiswa Uin Sunan Kali jaga

Selasa, 02 Desember 2014

RELASI ANTAR MANUSIA DALAM EKONOMI




DhidhinNoerAdyRahmanto
PASCA UIN

Pendahuluan
Pada awalnya, kegiatan perekonomian tidak mempunyai susunan atau struktural yang teratur. Namun, setelah peradaban manusia berkembang dan semakin meningkatnya kebutuhan hidup, maka mulailah manusia mempelajari bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, atau bagaimana usaha-usaha untuk mencapai kemakmuran. Pada dasarnya manusia dalam ekonomi diposisikan sebagai subjek dan barang sebagai objek.
Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa merupakan perilaku manusia yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Berkenaan dengan hal itu, manusia dikatakan sebagai makhluk ekonomi atau homo economicus. Sebagai makhluk ekonomi, manusia akan berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mempertimbangkan pikiran yang rasional, menghormati adat dan etika, pranata sosial dan lain-lain. Apabila manusia memenuhi kebutuhan hidupnya tidak saja memikirkan kepentingan pribadi, melainkan memikirkan pula kepentingan orang lain, maka ia merupakan makhluk ekonomi yang bermoral.
Relasi antar manusia memiliki tujuan dalam berhubungan yaitu memenuhi kebutuhan yang dicarinya. Pengaturan dalam hubungan atau relasi ini disebut dengan Etika atau kode etik. Ataupun dalam sudut pandang ekonomi islam manusia juga dapat menjadi sebagai produsen ataupun konsumen. Bidang kehidupan manusia sebagai konsumen sesungguhnya tidak lain dari kehidupan manusia itu sendiri
Dalam pandangan Al Quran, filsafat fundamental dari ekonomi Islam adalah tauhid (39:38). konsep tauhid mengajarkan bahwa Allah itu Esa, Pencipta segala makhluk  dan semua makhluk tunduk kepada-Nya. Salah satu makhluk yang diciptakannya adalah manusia yang berasal dari substansi yang sama serta memiliki hak dan kewajiban yang sama (musawat) sebagai khalifah Allah di muka bumi. Semua sumber daya alam, flora dan fauna ditundukkan oleh Allah bagi manusia sebagai sumber manfaat ekonomis (QS 6: 142-145), 16: 10-16).
Di sini tampak jelas konsep persamaan manusia, yang merupakan implikasi dari tauhid. Konsep persamaan manusia, menunjukkan bahwa Islam mengutuk manusia yang berkelas-kelas. Maka, implikasi dari doktrin ini ialah bahwa antara manusia terjalin persamaan dan persaudaraan dalam kegiatan ekonomi, saling membantu dan bekerjasama dalam ekonomi, yakni syirkah, qiradh, dan mudharabah (profit and lost sharing). Dokter egalitarian seperti itu, jelas berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme yang individualistis. [1]
Pengertian Manusia
Manusia dalam bahasa Al-Qur’an
Dalam al-quran istilah manusia ditemukan 3 kosa kata yang berbeda dengan makna manusia, akan tetapi memilki substansi yang berbeda yaitu kata basyar, insan dan al-nas.
Kata basyar dalam al-quran disebutkan 37 kali salah satunya al-kahfi : innama anaa basyarun mitlukum (sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu). Kata basyar selalu dihubungkan pada sifat-sifat biologis, seperti asalnya dari tanah liat, atau lempung kering (al-hijr : 33 ; al-ruum : 20), manusia makan dan minum (al-mu’minuum : 33).
Kata insan disebutkan dalam al-quran sebanyak 65 kali, diantaranya (al-alaq : 5), yaitu allamal insaana maa lam ya’ (dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya). Konsep islam selalu dihubungkan pada sifat psikologis atau spiritual manusia sebagai makhluk yang berpikir, diberi ilmu, dfan memikul amanah (al-ahzar : 72). Insan adalah makhluk yang menjadi (becoming) dan terus bergerak maju ke arah kesempurnaan.
Kata al-nas disebut sebanyak 240 kali, seperti al-zumar : 27 walakad dlarabna linnaasi fii haadzal quraani min kulli matsal (sesungguhnya telah kami buatkan bagi manusia dalam al-quran ini setiap macam perumpamaan). Konsep al-nas menunjuk pada semua manusia sebagai makhluk social atau secara kolektif.
Manusia dalam bahasa Ekonomi
Menurut Winardi, Manusia ekonomi (homo economicus) adalah manusia yang dalam melakukan tindakan ekonomi didorong oleh kepentingan sendiri dan bertindak berdasarkan asas atau prinsip ekonomi.
Berdasarkan pengertian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan manusia ekonomi atau homo economicus adalah seseorang atau sekelompok orang yang dalam melakukan tindakan ekonominya dilakukan secara efisien. Kata efisien menunjukkan perbandingan yang optimal antara pengorbanan dengan hasil, artinya manusia selalu ingin mencapai hasil yang sebanyak mungkin dengan pengorbanan yang sekecil mungkin.
diungkapkan oleh Adam Smith ( 1723-1790) dalam bukunya yang berjudul “ An Inquiry into the nature and causes of the wealth of nations”, yaitu Manusia merupakan makhluk ekonomi (Homo Economicus) yang cenderung tidak pernah merasa puas dengan apa yang diperolehnya dan selalu berusaha secara terus menerus dalam memenuhi kebutuhannya. (self Interest).
Sebagai makhluk ekonomi manusia selalu bertindak Rasional artinya selalu memperhitungkan sebabakibat (untung-rugi) dalam mengambil suatu keputusan dalam rangka memenuhi kebutuhannya sehingga tidak merugikan diri sendiri.
Relasi Antar Manusia dalam Ekonomi
Pada hakikatnya, manusia terbagi dalam dua entitas yakni sebagai makhluk politik (zoon politicon) dan makhluk sosial (homo socius) sekaligus pula sebagai makhluk ekonomi (homo economicus). Sedangkan di ranah ekonomi, manusia cenderung bersaing dalam mencapai kesejahteraan di arena privat sehingga manusia sebagai aktor ekonomi kerap dideskripsikan sebagai serigala sesama (homo homini lupus).
Manusia sebagai makhluk hidup, secara sadar ataupun tidak sadar akan membutuhkan orang lain. Tiada satu pun manusia yang dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan sesama manusia tersebut mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Berkenaan dengan hal tersebut, Aristoteles (filsuf Yunani) menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon, yaitu makhluk bermasyarakat. Artinya, manusia tidak dapat hidup tanpa ada manusia lain. Karena itulah, manusia dikatakan sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki 2 keinginan:
1.      Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia yang lain di sekelilingnya (Masyarakat).
2.      Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekitarnya
Manusia sebagai makhluk ekonomi memiliki ciri-ciri:
1.      Sikap tak pernah puas
2.      Banyak keinginan dan kebutuhan
3.      Cenderung melakukan tindakan ekonomi atas dasar kepentingan sendiri
4.      Cenderung melakukan tindakan ekonomi secara efisien. (selalu memikirkan perbandingan antara apa yang dikorbankan/ dikeluarkan dengan apa yang akan dicapai / hasilnya).
5.      Cenderung memilih suatu kegiatan /aktifitas yang paling dekat dengan pencapaian tujuan yang diinginkan
Makhluk ekonomi cenderung menggunakan prinsip-prinsip ekonomi dalam aktifitasnya. dengan dua keinginan ditambahkan dengan ciri-ciri manusia dalam berekonomi sehingga digolongkan menjadi dua jenis .

1.    Homo homini lupus = manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (maksudnya manusia merugikan /membuat kelicikan/ kejahatan terhadap manusia lainnya.
2.    Homo homini socius = manusia menjadi kawan bagi manusia lainnya.

Kedua istilah Homo Homini Lupus dan Homo Homini Socius tercantum oleh Thomas Hobbes dalam karyanya berjudul De Cive. Kebenaran pendapat Hobbes itu masih dapat kita jumpai dalam situasi kita saat ini. Kita merasakan bahwa situasi persaingan itu semakin menguat. Apalagi di era globalisasi yang ditopang oleh sistem pasar bebas. Seperti Orang susah bilang nanti makan apa, sedikit kaya bilang makan dimana, begitu kaya dan berkuasa bilang nanti makan siapa. Nah orang yang berpikiran nanti makan siapa inilah manusia penghayat dari homo homini lupus. Sehingga relasi antar manusia sebagai makhluk ekonomi harus mempunyai moral. Karena manusia juga mempunyai ciri-ciri sebagai makhluk sosial.

Ciri-ciri manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoral
1.    Naluri untuk saling tolong menolong,
2.    Setia kawan dan toleransi serta simpati dan empati terhadap sesamanya.
Keadaan inilah yang dapat menjadikan suatu masyarakat yang baik, harmonis dan rukun, hingga timbullah norma, etika dan kesopan santunan yang dianut oleh masyarakat. Bila hal hal diatas dilanggar atau terabaikan maka terjadilah yang dinamakan penyimpangan sosial.
3.    Perilaku Bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan hidup
a.       Kerjasama saling menguntungkan ---  contoh, kerja sama pengusaha dengan tenaga kerja
b.      Kerjasama untuk kepentingan bersama ---  contoh, gotong royong
c.       Kerjasama saling menghormati/tidak memaksakan kehendak ---  contoh, pembagian giliran air / irigasi
Fungsi Manusia sebagai Makhluk Sosial dan Makhluk Ekonomi
  1. Sikap menghormati hak dan kewajiban
  2. Menjaga harga diri
  3. Sikap bahu membahu sesuai dengan norma yang berlaku
  4. Berbagi ilmu
  5. Sikap saling tolong menolong [2]
Berdasarkan pada pemasalahan pokok yang dihadapi setiap perekonomian, ilmu ekonomi selalu didefinisikan sebagai berikut, yaitu bagaimana manusia secara individu dan berkelompok (masyarakat) membuat pilihan dalam menggunakan sumber-sumber yang terbatas sehingga dapat dia gunakan untuk memenuhi keinginanya semaximal mungkin yaitu mencapai kepuasan dan kemakmuran yang paling maximum  sesuai dengan besarnya jumlah pendapatan yang diperolehnya.

            Menelaah ekonomi melalui relasi antar manusia dapat dikaji dengan struktural yakni melihat relasi atau hubungan antara subyek dan obyek atau komponen-komponen yang merupakan bagian dari suatu sistem pemenuhan kebutuhan. Ekonomi akan melibatkan berbagai sistem yang terdapat didalamnya, termasuk hubungan manusia antar manusia yang terlibat dalam proses produksi, distribusi serta konsumsi barang dan jasa. Pola relasi antar subyek sebagai komponen sosial sehingga merupakan mata rantai dalam sistem produksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekonomi tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek pendukungnya yaitu manusia yang berhubungan dengan yang lainnya. Sehingga ilmu yang mempelajari relasi antar manusia dalam ekonomi dapat dikatakan sebagai sosiologi ekonomi.

Relasi Antar Manusia dalam Ekonomi Islam
Sistem Ekonomi Islam adalah sistem perekonomian dimana ilmu dan sistemnya merupakan kumpulan dari aktivitas-aktivitas ekonomi yang telah Rasulullah SAW beserta Khulafa Ar-Rasyidun lakukan atau kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil dalam memimpin Islam. Kebijakan-kebijakan itu bersumber dari Rasulullah SAW sebagai khalifah pertama dan tentu saja bersumber dari nilai-nilai Al-Qur’an melalui wahyu yang diturunkan kepadanya.Ilmu dan sistem ekonomi islam ini mulai terdapat penyimpangan-penyimpangan pada saat masa pimpinan setelah Khulafa Ar-Rasyidun, tepatnya semasa pemerintahan Bani Umayyah dan Abbasiyyah. Semasa pemerintahan itu praktik nepotisme mulai terjadi. Kerabat-kerabat dengan mudahnya menduduki jabatan penting dalam pemerintahan dan mereka berkuasa atas harta rakyat dan pemutusan kebijakan.
Konsepsi awal etos kerja dalam agama Islam dapat dilacak melalui konsepsi syariah, akhlak, dan tauhid. Syariah dimaknai sebagai aturan agama untuk mengatur ketertiban manusia hidup di dunia, akhlak sebagai panduan moralitas, dan tauhid adalah konsepsi keagamaan terhadap sang Khalik. Adapun kesemua konsepsi tersebut kemudian dipadukan dalam bentuk ibadah muamalah yang dimaknai sebagai bentuk kegiatan ekonomi yang mengedepankan nilai-nilai syariah berdasarkan Qur‟an dan Hadist seperti kegiatan ekonomi yang mutualistik, keadilan, pelarangan riba (bunga terakumulasi), tidak ada eksploitasi yang berlebihan, hingga yang terakhir adalah redistribusi pendapatan yang seimbang dan merata terhadap sesama. Maka pada akhirnya, orientasi ekonomi dalam Islam sangatlah berbeda dengan Calvinisme yang mengagungkan kapitalisme melalui sistem akumulasi kekayaan. Ekonomi islam tidak membentuk sistem sosialisme dan negara sejahtera, namun sistem ekonomi islami yang bertanggung jawab.[3]
 Jika dihubungkan dengan ilmu sosiologi, maka pembahasannya akan menjadi Sosiologi Ekonomi Islam yang artinya bahwa penerapan-penerapan sistem ekonomi Islam disandingkan dengan nilai-nilai sosial yang ada di dalam masyarakat sebagaimana arti dari socius: masyarakat dan  logos: logika atau ilmu. Ilmu Sosiologi Ekonomi Islam akan mengulas apakah cocok sistem ekonomi Islam diterapkan di dalam masyarakat? 
Tokoh pertama kali yang mengaitkan masalah ekonomi dengan nilai-nilai sosial di masyarakat adalah Ibnu Khaldun. Ia dapat dikatakan sebagai Bapak Sosiolog yang terlupakan. Ibnu Khaldun adalah tokoh intelek Muslim yang masih mempunyai hubungan darah dengan Rasulullah SAW. Berkat Intelektualnya yang tinggi dan pengalamannya yang banyak di dunia masyarakat, politik,  hukum, dan ilmu lainnya membuatnya dapat menggagas teori-teori ekonomi yang logis dan realistis, sesuai kenyataan dengan kehidupan masyarakat aslinya, bukan pemikiran yang subjektif dan teori belaka seperti pemikiran-pemikiran lainnya.
Mengingat juga bahwa manusia sebagai khalifah Allah SWT dalam mengatur segala permasalahan di dunia (QS. Al-Baqarah: 30). Dalam hal produksi misalnya, memang diperlukan sumber-sumber alam dan sumber penunjang seperti mesin, tetapi satu faktor yang dapat membuat sumber-sumber tersebut menghasilkan sesuatu yang baru dan bermanfaat adalah tenaga manusia sendiri. Meskipun adanya mesin yang dapat menggantikan peran manusia dalam berproduksi, tetaplah manusia dikatakan sebagai faktor utama dalam berproduksi karena manusia juga yang menciptakan mesin itu. Dalam hal distribusi hasil produksi, tenaga dan pemikiran manusialah yang dapat menjadikan barang-barang hasil produksi tersebut dapat turun ke masyarakat dan manusia juga yang bertanggung jawab pada pemerataan distribusi dalam masyarakat. Di sinilah letak pemikiran Ibnu Khaldun yang mengaitkan ilmu ekonomi Islam dengan ilmu sosiologi. Mengapa teori tersebut dikatakan sebagai prinsip dasar ekonomi Islam? Karena jelas bahwa teori tersebut adalah teori dari Al-Qur’an. Teori ekonomi kapitalis dan sosialis menggunakan sektor moneter dan sektor alam sebagai penggerak utama perekonomian, sedangkan ekonomi Islam menggunakan fitrah manusia sebagai faktor utama penggerak ekonomi.
 Nilai sosiologi dalam perekonomian diperlukan. Dalam proses produksi, produsen akan memikirkan jenis-jenis barang yang sedang diminati masyarakat dan menciptakan produk-produk baru lainnya yang menjadi kebutuhan masyarakat. Namun barang-barang yang akan diproduksi tersebut harus sesuai dengan budaya dan nilai-nilai di masyarakat karena barang yang diproduksi akan mempengaruhi perubahan kebudayaan (life style) di suatu wilayah. Selain itu juga, akan mempengaruhi tingkat konsumsinya. Dalam proses pendistribusian, manusia harus memperhatikan sasaran mana saja yang perlu didistribusikan suatu produk tertentu. Prinsip pemerataan dan keadilan yang digunakan dalam proses distribusi.[4]
Hubungan Keadilan manusia Antara Produsen dan Konsumen Secara Islami
1.      Tauhid
Dengan tauhid aktivitas ekonomi seperti jual beli merupakan bentuk ibadah, syukur serta bertujuan mencari ridho-Nya prinsip tauhid yang menghasilkan pandangan tentang kesatuan umat manusia mengantar seseorang pengusaha muslim untuk menghindari segala bentuk eksploitasi terhadap sesama manusia.
2.      Keadilan
Dibidang ekonomi , keadilan merupakan ‘nafas” dalam menciptakan pemerataan dan kesejahteraan, oleh sebab itu Isalam melarang peredaran harta yang hanya ada pada segelintir kalangan orang kaya.
3.      Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Prinsip ini merupakan turunan dari dua prinsip pertama, tauhid dan keadilan. Amar ma’ruf nahi mungkar mempunyai arti hukum digerakan untuk umat manusia menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan diridhoi Allah. 
4.      Kemerdekaan atau Kebebasan
Kewajiban dalam menyeru kebajikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi mungkar) hanya dapat dilaksakan jika ada kebebasan yang sempurna dalam berbicara dan berbuat. Dalam hal ini konsumen bebas untuk melakukan transaksi. 
5.      Persamaan
Bukan bearti hukum Islam menghendaki masyarakat tanpa kelas ala komunisme, kemulian manusia adalah karena dzat manusia itu sendiri.
6.      Tolong-menolong
Prinsip ini merupakan membantu antara sesama masyarakat Bantu mebantu ini diarahkan sesuai dengan tauhid, teruatama dalam uapaya meningkatkan kebaikan dan ketaqwaan kepada Allah.
7.      toleransi
Tolerasi dalam Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan umatnya, toleransi dapat diterima dan terselenggara selagi tidak merugikan agama Islam.[5]
Islam juga mengatur relasi antar manusia tentang kepemilikan. Konsep kepemilikan ini membawa sejumlah implikasi yang sangat penting yang membawa perbedaan revolusioner dengan sistem ekonomi lain seperti kapitalisme dan sosialisme. Pertama, bahwa sumber daya di peruntukkan bagi semua orang, bukan untuk sebagian kecil manusia (QS. 2:29). Sumber-sumber itu harus digunakan dengan adil untuk kesejahteraan semua orang secara meenyeluruh. Penguasaan konglomerat atas jutaan hektar hutan atau ratusan ribu hektar perkebunan, sehingga terjadi penumpukan asset pada segelintir orang tertentu, bertentangan dengan prinsip ekonomi Islam.
 Dalam prinsip Islam, kesejahteraan bukan hanya milik seseorang atau keluarga tertentu, tetapi juga untuk orang lain secara menyeluruh. Dengan demikian, seseorang sebagai pengemban amanah, tidak akan menjadi egois, rakus, jahat, dan bekerja untuk kesejahteraan dirinya sendiri.
 Kedua, setiap orang harus memperoleh sumber-sumber daya itu dengan cara yang sah dan halal, bukan hasil kolusi dan cara-cara curang lainnya. Bertindak secara tidak fair adalah melanggar fungsi kekhalifahan manusia.
Ketiga, tidak seorang pun berwenang menghancurkan atau memboroskan sumber-sumber daya pemberian Tuhan. Tindakan ini oleh Al Quran disamakan dengan fasad (kerakusan, kejahatan dan korupsi) yang dilarang Tuhan (QS. 2:205). Karena itu ketika Abu Bakar, mengirim Yazid bin Abi Sufyan dalam suatu peperangan, ia melarang Yazid membunuh dengan sembarangan atau merusak kehidupan tumbuh-tumbuhan atau binatang sekalipun di daerah musuh. [6]



[1] Agustianto (Teologi Ekonomi Islam, Penulis adalah Sekretaris Jenderal  Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia,  Dosen  Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta, Dosen Pascasarjana Islamic Ecomics  and Finance Universitas Trisakti dan Pascasarjana Universitas Paramadina)
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi
[3] Wasisto Raharjo Jati, Agama & Spirit Ekonomi: Studi Etos Kerja. Volume.30 Nomor.2 (Mei-Agustus) 2013
[4] http://elsimh-feb11.web.unair.ac.id
[6] Agustiano , Sekretaris Jenderal  Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia,  Dosen  Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta, Dosen Pascasarjana Islamic Ecomics  and Finance Universitas Trisakti dan Pascasarjana Universitas Paramadina

0 komentar:

Posting Komentar