DhidhinNoerAdyRahmanto
PASCA UIN
Pendahuluan
Pada awalnya, kegiatan perekonomian tidak mempunyai susunan atau
struktural yang teratur. Namun, setelah peradaban manusia berkembang dan
semakin meningkatnya kebutuhan hidup, maka mulailah manusia mempelajari
bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, atau bagaimana usaha-usaha
untuk mencapai kemakmuran. Pada dasarnya manusia dalam ekonomi diposisikan
sebagai subjek dan barang sebagai objek.
Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa merupakan
perilaku manusia yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Berkenaan dengan hal
itu, manusia dikatakan sebagai makhluk ekonomi atau homo economicus. Sebagai
makhluk ekonomi, manusia akan berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
mempertimbangkan pikiran yang rasional, menghormati adat dan etika, pranata
sosial dan lain-lain. Apabila manusia memenuhi kebutuhan hidupnya tidak saja
memikirkan kepentingan pribadi, melainkan memikirkan pula kepentingan orang
lain, maka ia merupakan makhluk ekonomi yang bermoral.
Relasi antar manusia memiliki tujuan dalam berhubungan yaitu
memenuhi kebutuhan yang dicarinya. Pengaturan dalam hubungan atau relasi ini
disebut dengan Etika atau kode etik. Ataupun dalam sudut pandang ekonomi islam
manusia juga dapat menjadi sebagai produsen ataupun konsumen. Bidang kehidupan
manusia sebagai konsumen sesungguhnya tidak lain dari kehidupan manusia itu
sendiri
Dalam pandangan Al Quran, filsafat fundamental dari ekonomi Islam
adalah tauhid (39:38). konsep tauhid mengajarkan bahwa Allah itu Esa, Pencipta
segala makhluk dan semua makhluk tunduk kepada-Nya. Salah satu makhluk
yang diciptakannya adalah manusia yang berasal dari substansi yang sama serta
memiliki hak dan kewajiban yang sama (musawat) sebagai khalifah Allah di muka
bumi. Semua sumber daya alam, flora dan fauna ditundukkan oleh Allah bagi
manusia sebagai sumber manfaat ekonomis (QS 6: 142-145), 16: 10-16).
Di sini tampak jelas konsep persamaan manusia, yang merupakan
implikasi dari tauhid. Konsep persamaan manusia, menunjukkan bahwa Islam
mengutuk manusia yang berkelas-kelas. Maka, implikasi dari doktrin ini ialah
bahwa antara manusia terjalin persamaan dan persaudaraan dalam kegiatan
ekonomi, saling membantu dan bekerjasama dalam ekonomi, yakni syirkah, qiradh,
dan mudharabah (profit and lost sharing). Dokter egalitarian seperti itu, jelas
berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme yang individualistis. [1]
Pengertian Manusia
Manusia dalam bahasa Al-Qur’an
Dalam al-quran istilah manusia ditemukan 3 kosa kata yang berbeda
dengan makna manusia, akan tetapi memilki substansi yang berbeda yaitu kata
basyar, insan dan al-nas.
Kata basyar dalam al-quran disebutkan 37 kali salah satunya
al-kahfi : innama anaa basyarun mitlukum (sesungguhnya aku ini hanya seorang
manusia seperti kamu). Kata basyar selalu dihubungkan pada sifat-sifat
biologis, seperti asalnya dari tanah liat, atau lempung kering (al-hijr : 33 ;
al-ruum : 20), manusia makan dan minum (al-mu’minuum : 33).
Kata insan disebutkan dalam al-quran sebanyak 65 kali, diantaranya
(al-alaq : 5), yaitu allamal insaana maa lam ya’ (dia mengajarkan manusia apa
yang tidak diketahuinya). Konsep islam selalu dihubungkan pada sifat psikologis
atau spiritual manusia sebagai makhluk yang berpikir, diberi ilmu, dfan memikul
amanah (al-ahzar : 72). Insan adalah makhluk yang menjadi (becoming) dan terus
bergerak maju ke arah kesempurnaan.
Kata al-nas disebut sebanyak 240 kali, seperti al-zumar : 27
walakad dlarabna linnaasi fii haadzal quraani min kulli matsal (sesungguhnya
telah kami buatkan bagi manusia dalam al-quran ini setiap macam perumpamaan).
Konsep al-nas menunjuk pada semua manusia sebagai makhluk social atau secara
kolektif.
Manusia dalam bahasa Ekonomi
Menurut Winardi, Manusia ekonomi (homo economicus) adalah manusia
yang dalam melakukan tindakan ekonomi didorong oleh kepentingan sendiri dan
bertindak berdasarkan asas atau prinsip ekonomi.
Berdasarkan pengertian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan manusia ekonomi atau homo economicus adalah seseorang atau
sekelompok orang yang dalam melakukan tindakan ekonominya dilakukan secara
efisien. Kata efisien menunjukkan perbandingan yang optimal antara pengorbanan
dengan hasil, artinya manusia selalu ingin mencapai hasil yang sebanyak mungkin
dengan pengorbanan yang sekecil mungkin.
diungkapkan oleh Adam Smith ( 1723-1790) dalam bukunya yang
berjudul “ An Inquiry into the nature and causes of the wealth of nations”,
yaitu Manusia merupakan makhluk ekonomi (Homo Economicus) yang cenderung tidak
pernah merasa puas dengan apa yang diperolehnya dan selalu berusaha secara terus
menerus dalam memenuhi kebutuhannya. (self Interest).
Sebagai makhluk ekonomi manusia selalu bertindak Rasional artinya
selalu memperhitungkan sebabakibat (untung-rugi) dalam mengambil suatu
keputusan dalam rangka memenuhi kebutuhannya sehingga tidak merugikan diri
sendiri.
Relasi Antar Manusia dalam Ekonomi
Pada hakikatnya, manusia terbagi dalam dua entitas yakni sebagai
makhluk politik (zoon politicon) dan makhluk sosial (homo socius) sekaligus
pula sebagai makhluk ekonomi (homo economicus). Sedangkan di ranah ekonomi,
manusia cenderung bersaing dalam mencapai kesejahteraan di arena privat
sehingga manusia sebagai aktor ekonomi kerap dideskripsikan sebagai serigala
sesama (homo homini lupus).
Manusia sebagai makhluk hidup, secara sadar ataupun tidak sadar
akan membutuhkan orang lain. Tiada satu pun manusia yang dapat hidup sendiri
tanpa berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan sesama manusia tersebut
mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Berkenaan dengan hal tersebut,
Aristoteles (filsuf Yunani) menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon,
yaitu makhluk bermasyarakat. Artinya, manusia tidak dapat hidup tanpa ada
manusia lain. Karena itulah, manusia dikatakan sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki 2 keinginan:
1.
Keinginan
untuk menjadi satu dengan manusia yang lain di sekelilingnya (Masyarakat).
2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekitarnya
Manusia sebagai makhluk ekonomi memiliki ciri-ciri:
1.
Sikap
tak pernah puas
2.
Banyak
keinginan dan kebutuhan
3.
Cenderung
melakukan tindakan ekonomi atas dasar kepentingan sendiri
4.
Cenderung
melakukan tindakan ekonomi secara efisien. (selalu memikirkan perbandingan
antara apa yang dikorbankan/ dikeluarkan dengan apa yang akan dicapai /
hasilnya).
5.
Cenderung
memilih suatu kegiatan /aktifitas yang paling dekat dengan pencapaian tujuan
yang diinginkan
Makhluk ekonomi
cenderung menggunakan prinsip-prinsip ekonomi dalam aktifitasnya. dengan dua
keinginan ditambahkan dengan ciri-ciri manusia dalam berekonomi sehingga
digolongkan menjadi dua jenis .
1. Homo homini lupus = manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya
(maksudnya manusia merugikan /membuat kelicikan/ kejahatan terhadap manusia
lainnya.
2. Homo homini socius = manusia menjadi kawan bagi manusia lainnya.
Kedua istilah Homo
Homini Lupus dan Homo Homini Socius tercantum oleh Thomas Hobbes dalam karyanya
berjudul De Cive. Kebenaran
pendapat Hobbes itu masih dapat kita jumpai dalam situasi kita saat ini. Kita
merasakan bahwa situasi persaingan itu semakin menguat. Apalagi di era globalisasi
yang ditopang oleh sistem pasar bebas. Seperti Orang susah bilang
nanti makan apa, sedikit kaya bilang makan dimana, begitu kaya dan berkuasa
bilang nanti makan siapa. Nah orang yang berpikiran nanti makan siapa inilah
manusia penghayat dari homo homini lupus. Sehingga
relasi antar manusia sebagai makhluk ekonomi harus
mempunyai moral. Karena manusia juga mempunyai ciri-ciri sebagai makhluk sosial.
Ciri-ciri manusia
sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoral
2. Setia kawan dan toleransi serta simpati dan empati terhadap sesamanya.
Keadaan inilah yang dapat menjadikan suatu masyarakat yang baik, harmonis
dan rukun, hingga timbullah norma, etika dan kesopan santunan yang dianut oleh
masyarakat. Bila hal hal diatas dilanggar atau terabaikan maka terjadilah yang
dinamakan penyimpangan sosial.
3. Perilaku Bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan hidup
a. Kerjasama saling menguntungkan --- contoh, kerja sama pengusaha dengan tenaga kerja
b. Kerjasama untuk kepentingan bersama --- contoh, gotong royong
c. Kerjasama saling menghormati/tidak memaksakan kehendak --- contoh, pembagian giliran air / irigasi
Fungsi Manusia sebagai Makhluk Sosial dan Makhluk Ekonomi
- Sikap menghormati hak dan kewajiban
- Menjaga harga diri
- Sikap bahu membahu sesuai dengan norma yang berlaku
- Berbagi ilmu
- Sikap saling tolong menolong [2]
Berdasarkan pada pemasalahan pokok yang dihadapi setiap perekonomian, ilmu
ekonomi selalu didefinisikan sebagai berikut, yaitu bagaimana manusia secara
individu dan berkelompok (masyarakat) membuat pilihan dalam menggunakan
sumber-sumber yang terbatas sehingga dapat dia gunakan untuk memenuhi keinginanya
semaximal mungkin yaitu mencapai kepuasan dan kemakmuran yang paling
maximum sesuai dengan besarnya jumlah
pendapatan yang diperolehnya.
Menelaah ekonomi melalui relasi
antar manusia dapat dikaji dengan struktural yakni melihat relasi atau hubungan
antara subyek dan obyek atau komponen-komponen yang merupakan bagian dari suatu
sistem pemenuhan kebutuhan. Ekonomi akan melibatkan berbagai sistem yang
terdapat didalamnya, termasuk hubungan manusia antar manusia yang terlibat
dalam proses produksi, distribusi serta konsumsi barang dan jasa. Pola relasi
antar subyek sebagai komponen sosial sehingga merupakan mata rantai dalam
sistem produksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekonomi tidak dapat dilepaskan
dari aspek-aspek pendukungnya yaitu manusia yang berhubungan dengan yang
lainnya. Sehingga ilmu yang mempelajari relasi antar manusia dalam ekonomi
dapat dikatakan sebagai sosiologi ekonomi.
Relasi Antar Manusia dalam Ekonomi Islam
Sistem Ekonomi Islam adalah sistem perekonomian
dimana ilmu dan sistemnya merupakan kumpulan dari aktivitas-aktivitas ekonomi
yang telah Rasulullah SAW beserta Khulafa Ar-Rasyidun lakukan atau
kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil dalam memimpin Islam. Kebijakan-kebijakan
itu bersumber dari Rasulullah SAW sebagai khalifah pertama dan tentu saja
bersumber dari nilai-nilai Al-Qur’an melalui wahyu yang diturunkan
kepadanya.Ilmu dan sistem ekonomi islam ini mulai terdapat
penyimpangan-penyimpangan pada saat masa pimpinan setelah Khulafa Ar-Rasyidun,
tepatnya semasa pemerintahan Bani Umayyah dan Abbasiyyah. Semasa pemerintahan
itu praktik nepotisme mulai terjadi. Kerabat-kerabat dengan mudahnya menduduki
jabatan penting dalam pemerintahan dan mereka berkuasa atas harta rakyat dan
pemutusan kebijakan.
Konsepsi awal etos kerja dalam agama Islam
dapat dilacak melalui konsepsi syariah, akhlak, dan tauhid. Syariah dimaknai
sebagai aturan agama untuk mengatur ketertiban manusia hidup di dunia, akhlak
sebagai panduan moralitas, dan tauhid adalah konsepsi keagamaan terhadap sang
Khalik. Adapun kesemua konsepsi tersebut kemudian dipadukan dalam bentuk ibadah
muamalah yang dimaknai sebagai bentuk kegiatan ekonomi yang mengedepankan
nilai-nilai syariah berdasarkan Qur‟an dan Hadist seperti kegiatan ekonomi yang
mutualistik, keadilan, pelarangan riba (bunga terakumulasi), tidak ada
eksploitasi yang berlebihan, hingga yang terakhir adalah redistribusi
pendapatan yang seimbang dan merata terhadap sesama. Maka pada akhirnya,
orientasi ekonomi dalam Islam sangatlah berbeda dengan Calvinisme yang
mengagungkan kapitalisme melalui sistem akumulasi kekayaan. Ekonomi islam tidak
membentuk sistem sosialisme dan negara sejahtera, namun sistem ekonomi islami
yang bertanggung jawab.[3]
Jika dihubungkan dengan ilmu sosiologi,
maka pembahasannya akan menjadi Sosiologi Ekonomi Islam yang artinya bahwa
penerapan-penerapan sistem ekonomi Islam disandingkan dengan nilai-nilai sosial
yang ada di dalam masyarakat sebagaimana arti dari socius: masyarakat dan logos: logika
atau ilmu. Ilmu Sosiologi Ekonomi Islam akan mengulas apakah cocok sistem
ekonomi Islam diterapkan di dalam masyarakat?
Tokoh pertama kali yang mengaitkan masalah
ekonomi dengan nilai-nilai sosial di masyarakat adalah Ibnu Khaldun. Ia dapat
dikatakan sebagai Bapak Sosiolog yang terlupakan. Ibnu Khaldun adalah tokoh
intelek Muslim yang masih mempunyai hubungan darah dengan Rasulullah SAW.
Berkat Intelektualnya yang tinggi dan pengalamannya yang banyak di dunia
masyarakat, politik, hukum, dan ilmu lainnya membuatnya dapat menggagas
teori-teori ekonomi yang logis dan realistis, sesuai kenyataan dengan kehidupan
masyarakat aslinya, bukan pemikiran yang subjektif dan teori belaka seperti
pemikiran-pemikiran lainnya.
Mengingat juga bahwa manusia sebagai khalifah
Allah SWT dalam mengatur segala permasalahan di dunia (QS. Al-Baqarah: 30).
Dalam hal produksi misalnya, memang diperlukan sumber-sumber alam dan sumber
penunjang seperti mesin, tetapi satu faktor yang dapat membuat sumber-sumber
tersebut menghasilkan sesuatu yang baru dan bermanfaat adalah tenaga manusia
sendiri. Meskipun adanya mesin yang dapat menggantikan peran manusia dalam
berproduksi, tetaplah manusia dikatakan sebagai faktor utama dalam berproduksi
karena manusia juga yang menciptakan mesin itu. Dalam hal distribusi hasil
produksi, tenaga dan pemikiran manusialah yang dapat menjadikan barang-barang
hasil produksi tersebut dapat turun ke masyarakat dan manusia juga yang
bertanggung jawab pada pemerataan distribusi dalam masyarakat. Di sinilah letak
pemikiran Ibnu Khaldun yang mengaitkan ilmu ekonomi Islam dengan ilmu
sosiologi. Mengapa teori tersebut dikatakan sebagai prinsip dasar ekonomi
Islam? Karena jelas bahwa teori tersebut adalah teori dari Al-Qur’an. Teori
ekonomi kapitalis dan sosialis menggunakan sektor moneter dan sektor alam
sebagai penggerak utama perekonomian, sedangkan ekonomi Islam menggunakan
fitrah manusia sebagai faktor utama penggerak ekonomi.
Nilai sosiologi dalam perekonomian
diperlukan. Dalam proses produksi, produsen akan memikirkan jenis-jenis barang
yang sedang diminati masyarakat dan menciptakan produk-produk baru lainnya yang
menjadi kebutuhan masyarakat. Namun barang-barang yang akan diproduksi tersebut
harus sesuai dengan budaya dan nilai-nilai di masyarakat karena barang yang
diproduksi akan mempengaruhi perubahan kebudayaan (life style) di suatu wilayah.
Selain itu juga, akan mempengaruhi tingkat konsumsinya. Dalam proses
pendistribusian, manusia harus memperhatikan sasaran mana saja yang perlu
didistribusikan suatu produk tertentu. Prinsip pemerataan dan keadilan yang
digunakan dalam proses distribusi.[4]
Hubungan Keadilan manusia Antara Produsen dan Konsumen Secara Islami
1. Tauhid
Dengan tauhid aktivitas
ekonomi seperti jual beli merupakan bentuk ibadah, syukur serta bertujuan
mencari ridho-Nya prinsip tauhid yang menghasilkan pandangan tentang kesatuan
umat manusia mengantar seseorang pengusaha muslim untuk menghindari segala
bentuk eksploitasi terhadap sesama manusia.
2. Keadilan
Dibidang ekonomi ,
keadilan merupakan ‘nafas” dalam menciptakan pemerataan dan kesejahteraan, oleh
sebab itu Isalam melarang peredaran harta yang hanya ada pada segelintir
kalangan orang kaya.
3. Amar Ma’ruf Nahi
Mungkar
Prinsip ini merupakan
turunan dari dua prinsip pertama, tauhid dan keadilan. Amar ma’ruf nahi mungkar
mempunyai arti hukum digerakan untuk umat manusia menuju tujuan yang baik dan
benar yang dikehendaki dan diridhoi Allah.
4. Kemerdekaan atau
Kebebasan
Kewajiban dalam menyeru
kebajikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi mungkar) hanya dapat
dilaksakan jika ada kebebasan yang sempurna dalam berbicara dan berbuat. Dalam
hal ini konsumen bebas untuk melakukan transaksi.
5. Persamaan
Bukan bearti hukum
Islam menghendaki masyarakat tanpa kelas ala komunisme, kemulian manusia adalah
karena dzat manusia itu sendiri.
6. Tolong-menolong
Prinsip ini merupakan
membantu antara sesama masyarakat Bantu mebantu ini diarahkan sesuai dengan
tauhid, teruatama dalam uapaya meningkatkan kebaikan dan ketaqwaan kepada
Allah.
7. toleransi
Tolerasi dalam Islam adalah toleransi yang
menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan umatnya, toleransi dapat
diterima dan terselenggara selagi tidak merugikan agama Islam.[5]
Islam juga mengatur relasi antar manusia tentang kepemilikan. Konsep kepemilikan ini membawa sejumlah implikasi yang sangat
penting yang membawa perbedaan revolusioner dengan sistem ekonomi lain seperti
kapitalisme dan sosialisme. Pertama, bahwa sumber daya di peruntukkan bagi
semua orang, bukan untuk sebagian kecil manusia (QS. 2:29). Sumber-sumber itu
harus digunakan dengan adil untuk kesejahteraan semua orang secara meenyeluruh.
Penguasaan konglomerat atas jutaan hektar hutan atau ratusan ribu hektar
perkebunan, sehingga terjadi penumpukan asset pada segelintir orang tertentu, bertentangan
dengan prinsip ekonomi Islam.
Dalam prinsip Islam,
kesejahteraan bukan hanya milik seseorang atau keluarga tertentu, tetapi juga
untuk orang lain secara menyeluruh. Dengan demikian, seseorang sebagai
pengemban amanah, tidak akan menjadi egois, rakus, jahat, dan bekerja untuk
kesejahteraan dirinya sendiri.
Kedua, setiap orang harus
memperoleh sumber-sumber daya itu dengan cara yang sah dan halal, bukan hasil
kolusi dan cara-cara curang lainnya. Bertindak secara tidak fair adalah
melanggar fungsi kekhalifahan manusia.
Ketiga, tidak seorang pun berwenang menghancurkan atau memboroskan
sumber-sumber daya pemberian Tuhan. Tindakan ini oleh Al Quran disamakan dengan
fasad (kerakusan, kejahatan dan korupsi) yang dilarang Tuhan (QS. 2:205).
Karena itu ketika Abu Bakar, mengirim Yazid bin Abi Sufyan dalam suatu
peperangan, ia melarang Yazid membunuh dengan sembarangan atau merusak
kehidupan tumbuh-tumbuhan atau binatang sekalipun di daerah musuh. [6]
[1] Agustianto (Teologi
Ekonomi Islam, Penulis adalah Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli
Ekonomi Islam Indonesia, Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia
Jakarta, Dosen Pascasarjana Islamic Ecomics and Finance Universitas
Trisakti dan Pascasarjana Universitas Paramadina)
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi
[3] Wasisto Raharjo Jati, Agama & Spirit
Ekonomi: Studi Etos Kerja. Volume.30 Nomor.2 (Mei-Agustus) 2013
[4] http://elsimh-feb11.web.unair.ac.id
[6]
Agustiano , Sekretaris Jenderal Ikatan
Ahli Ekonomi Islam Indonesia, Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta,
Dosen Pascasarjana Islamic Ecomics and
Finance Universitas Trisakti dan Pascasarjana Universitas Paramadina
0 komentar:
Posting Komentar